Book: Bacaan Bulan Agustus

buku, reading, review

Entah kenapa tiba-tiba pengen ngelist bacaan bulan kemarin, hihihi. Secara biasanya saya jarang baca, tapi habis baca Hunger Games kemarin minat baca jadi muncul lagi. Oya, bacanya biasanya di bis, dalam perjalanan pulang kantor. Membaca ternyata merupakan cara jitu membunuh kebosanan menembus kemacetan. Selain tidur. Hehehe

Bulan Agustus ini saya berhasil menyelesaikan 4 buku. Ini dia mereka:

 

1.  Catching Fire, Suzanne Collins

Katniss dan Peeta kembali ke Distrik 12 sebagai pemenang Hunger Games dan mereka tinggal di desa pemenang, menempati rumah baru masing-masing, dan menjadi tetangga Haymitch. Lalu rangkaian tur pemenang pun dimulai. Mereka mengelilingi distrik-distrik, menyapa para penduduk, dan kembali berakting sebagai sepasang kekasih. Dan akhirnya, tiba Quarter Quell, perayaan 25 tahunan Hunger Games. Dan kejutan untuk Quarter Quell kali ini adalah, pesertanya akan diundi dari pemenang Hunger Games terdahulu di masing-masing distrik. Sudah dapat ditebak, siapa yang kembali masuk ke arena dari Distrik 12: Katniss dan Peeta. Haymitch kembali jadi mentor mereka. Lalu persaingan pun dimulai kembali.

2. Mockingjay, Suzanne Collins

Siapa sangka ternyata Distrik 13 masih ada, tidak musnah seperti yang selama ini diberitakan oleh Capitol? Katniss dan seluruh penduduk Distrik 12 yang selamat menjadi pengungsi di sana, dan diperlakukan selayaknya warga mereka sendiri. Distrik 12 sendiri sudah dihancurkan oleh Capitol. Terjadi pemberontakan di seluruh distrik, dan perlawanan terhadap Capitol semakin meluas. Katniss dijadikan sebagai Mockingjay, simbol pemberontakan, yang melakukan propaganda melalui siaran udara. Sementara Peeta, yang setelah Quarter Quell ditangkap oleh Capitol, berada di pihak sebaliknya, melakukan propaganda agar para pemberontak menghentikan peperangan. Bagaimanapun, dalam hati, Katniss senantiasa menyalahkan dirinya sendiri yang telah meninggalkan Peeta sehingga dia bisa tertangkap Capitol.

Agak males baca ini karena Peeta di awal jarang muncul. Setelah muncul pun, Peeta nggak lagi seperti Peeta yang sebelumnya, hiks 😦 *terlalu menjiwai isi cerita*

2 buku ini saya selesaikan dalam jangka waktu 4 hari berturut-turut, tanpa jeda. Finally saya bisa menarik napas lega karena berhasil menuntaskan rasa penasaran saya. Tapi ya itu tadi, kurang puas. Nggak greget kayak pas baca Hunger Games. Tapi trilogi ini tetep masuk jadi salah satu buku berseri favorit saya 😉

3. And The Mountains Echoed, Khaled Hosseini

Khaled Hosseini pertama kali menyentuh saya lewat bukunya The Kite Runner dan A Thousand Splendid Suns. Dia selalu bisa menghadirkan kisah yang begitu tragisnya, sampai kadang saya berpikir, tak ada yang lebih tragis daripada kisah-kisah yang sedang saya baca itu. Tapi buku ini sedikit beda. Mmm…i dont know. Sejujurnya saya kurang bisa menikmati bukunya yang satu ini 😦

4. Ayah, Lelaki itu Mengkhianatiku, Dian Nafi

Menikah dengan perjodohan demi meringankan beban orang tuanya, hidup dengan tanda tanya apakah rumah tangganya sebenarnya punya cinta, pengabdian kepada keluarga suami yang dibalas dengan perlakuan tak mengenakkan dari mereka, dan akhirnya sebuah pengkhianatan-tak sengaja-yang dilakukan suaminya. Apa yang akan kalian lakukan kalau menjadi Ratri? Setelah 14 tahun menikah, telepon dari seorang wanita yang mengaku tengah hamil anak suaminya menghancurkan hati Ratri. Sanggupkah ia menghadapi prahara yang menerpa rumah tangganya?

Hiks, huhuhu… Betapa malangnya nasib Ratri. Setelah semua pengorbanannya untuk suami dan keluarga besar suaminya, dia harus menghadapi pengkhianatan yang meluluhlantakkan hatinya. Dian Nafi menulis semua kisah ini dengan emosi sebenar-benarnya seorang perempuan yang tersakiti. Perasaan marah, kecewa, tak berdaya, kalut, semua digambarkan secara mendalam pada diri Ratri. Seolah-olah kita ikut bisa merasakannya. Sayangnya, ending novel ini masih menggantung, saya kurang tau apakah novel ini ada kelanjutannya atau tidak.

***

Yap, itulah keempat buku yang saya baca bulan kemarin. Nggak seberapa kalau dibandingkan para kutu buku pelahap segala bacaan, hehehe, tapi sudah cukup senang sih dengan pencapaian 4 buku itu 😀

 

The Hunger Games (Bukan Review Hanya Curhat Biasa)

buku, fiksi, reading

Kemarin minggu saya dan suami jalan-jalan ke mall baru di dekat rumah. Mall itu belum 100% selesai, tampak bagian depannya masih berantakan dan para pekerja sedang menyelesaikan sisa bangunan yang hampir finish. Tapi secara resmi mall itu sudah dibuka dan yaah, memang penduduk Indonesia terutama Jakarta emang suka window shopping ya. Biarpun belum selesai dibangun, tapi pengunjungnya saya lihat selalu penuh-paling tidak parkiran di depan mall. Dan kemarin saya dan suami sudah mengitari bagian depan, lalu bagian samping, dan akhirnya masuk ke dalam gedung dan sampai di lantai 3 baru menemukan tempat parkir yang kosong.

Tujuan saya ke sana adalah untuk melengkapi keperluan oleh-oleh lebaran yang belum selesai saya genapi saat belanja di PGC (Pusat Grosir Cililitan) sebelumnya. Biarpun bagian luarnya masih berantakan dan belum rapi, tapi bagian dalam mall sudah bagus. Dan saya amat sangat senang melihat mall yang lapang. Jadi biasanya mall itu kan setiap sisinya penuh ya. Hall di tengah2nya (bagian di bawah atap mall, di tengah2 antara sisi kanan dan kiri) biasanya penuh penjual. Entah pernak-pernik, bakery, makanan kecil, baju, atau apalah. Tapi-mungkin juga karena masih baru dan para penyewa belum menata dagangannya-bagian tengah mall itu sama sekali bebas dari pedagang dan halangan. Anak-anak bebas berlarian di sana.

Singkat cerita, setelah puas muter-muter di Matahari, saya dan suami berbelok menuju ke Gramedia. Rasanya tuh, seneeeeeennng banget akhirnya ada Gramedia di deket rumah. Karena di Plaza Cibubur dan Cibubur Junction nggak ada tuh Gramedia. Jadi bisa dibilang, sejak pindahan ke rumah yang sekarang, saya nyaris tak pernah ke Gramedia lagi, kecuali sekali-dua. Dan itupun adalah Gramedia Matraman yang nun jauuuhh di sana.

Niat awalnya cuma pengen nyari kartu lebaran, tapi begitu masuk ke sana, salah dua buku yang tertangkap dalam pandangan saya adalah Catching Fire dan Mockingjay, buku nomor dua dan tiga dari tetralogi The Hunger Games. Yang kalau kalian pengen tau, adalah buku yang paling saya inginkan dari tahun lalu. Tapi berhubung saya amat jarang ke Gramed, paling mainnya ke Senen saja (tempat jual buku second dan bajakan) dan di tiap kunjungan ke Senen saya nggak pernah nemu The Hunger Games itu, sampai setahun berlalu pun saya belum bisa baca buku itu. Beli online? Males. Hehehe…

Jadilah hari Minggu itu saya membawa pulang The Hunger Games dalam genggaman sembari berpikir mungkin saya akan mulai membacanya-entah kapan.

Senin sore, saya sedang menunggu waktu pulang kantor. Saya udah beres-beres meja sedari siang-mau mudik beres-beresin berkas dulu, ehehee. Dan sudah mulai bosan, pas inget lagi bawa The Hunger Games di tas. Langsung saya buka dan baca bab pertama. Laah, kok keterusan. Break dulu pas pulang kantor, naik ke bis, dan lanjut baca lagi. Buka bersama bareng orang-orang di bis dan lanjut baca sebentaaar saja, lalu saya menutupnya karena hari mulai gelap. Tapi saya nggak bisa ngediemin buku itu lama-lama, dan akhirnya saya buka lagi dan baca di dalam bis dengan bantuan penerangan dari hp.

Pas nyampe rumah, Raihan udah tidur. Saya beres2 sebentar, ini-itu sebentar, lalu jam 9 saya baca buku lagi. Break sholat, lalu saya baca lagi. Suami pulang, nemenin makan, lalu saya baca lagi. Raihan bangun, nangis, saya tenangin, lalu saya baca lagi. Dan akhirnya, saya menyelesaikan The Hunger Games jam 3 pagi!! What the…. -_- Tapi saya rasa itu keputusan yang tepat, soalnya kalau saya tidak menyelesaikannya saya nggak bakal bisa konsentrasi ke hal lain lagi-sesuatu yang sekarang udah jarang saya rasakan sensasinya saat baca buku. Sementara ramadhan sudah masuk hari-hari terakhir, kerjaan kantor harus diselesaikan sebelum pulang, dan saya harus siap-siap buat mudik. I thougt I had to finish that book as soon as I can..

Ini jadi prestasi sendiri buat saya mengingat kemampuan baca saya yang sudah amat sangat parah dan hanya segelintir buku saja akhir-akhir ini yang bisa membuat saya bertahan membacanya sampai habis. The Hunger Games, setebal 408 halaman berhasil saya selesaikan dalam semalam *dan sekarang sambil nulis saya keliyengan @,@

Oke, I wont tell you the review of this novel. Kayaknya udah banyak ya yang nulis reviewnya dan kayaknya saya ketinggalan kereta banget baru baca novel ini sekarang. Dan biarpun saya juga amat sangat berminat dengan filmnya, tapi sampai dengan detik inipun saya belum nonton2 tuh film -_-. Jadi saya cerita kesan-kesan pas baca buku ini aja deh.

Sedari awal mendapatkan buku ini, saya sudah tau bakal seperti apa ceritanya. Jadi saya mengantisipasi bakal ada banyak pembunuhan di novel ini dan pastinya ini novel yang berat, apalagi penjelasan mengenai negara Panem, Capitol, dan distrik2nya saya pikir pasti akan berat dan membosankan. Dan saya salah besar. Ternyata Suzanne Collins tidak seruwet itu. Sejak awal membaca buku ini, saya merasa kalau gaya berceritanya mirip dengan Harry Potter. Mirip. Benar mirip. Hanya saja HP menggunakan sudut pandang orang ketiga, sedangkan THG menggunakan sudah pandang orang pertama. Tapi saya tau saya langsung menyukainya mengingat beberapa bab awal di novel ini saya tak henti tertawa dan tersenyum membaca pikiran Katniss (dan Harry Potter juga kan salah satu buku favorit sepanjang masa, jadi membaca THG buat saya bukanlah sebuah kesulitan).

Jalan cerita? Seru dan menegangkan. Lagi-lagi saya teringat Harry Potter buku keempat, Goblet of Fire, dengan jalan cerita yang mengandung kemiripan. Kompetisi, orang terpilih, tantangan demi tantangan, dan akhirnya sang pemenang. Biarpun mirip dalam segi konsep tapi keduanya menyajikan ‘tayangan’ yang berbeda dan tentu saja baru. Saya suka cara Suzanne Collins menyajikan adegan demi adegan yang berhasil membuat saya tak bisa meletakkan novel itu dalam waktu lama.

Okey, saya akui sudah lama saya nggak ngefans sama aktor cowok sejak lama, sampai melihat Peeta di THG Movie :p

Tapi, mungkin ada daya tarik lain yang membuat saya jatuh hati dengan novel ini. Dia adalah….. Peeta Mellark. Hahahahaaaaaa. Saya jatuh cinta dengan anak laki-laki baik hati yang sudah menyelamatkan hidup Katniss dengan memberinya roti. Apalagi dia diidentikkan-oleh Katniss-dengan roti dan Dandelion. Mmm..if you want to know, saya selalu jadi penggemar Dandelion. Pas masih nulis di Multiply saya suka mengidentikkan diri dengan Dandelion. Avatar bergambar Dandelion, header Dandelion, puisi, dan bahkan cerpen Dandelion. Oya, sembari baca novelnya, saya nonton trailer film THG di youtube dan juga langsung suka dan familiar dengan pemeran Peeta, Josh Hutcherson. Kayaknya kok nggak asing dengan wajah yang satu ini yaaa, tapi dimana yaa. Baru pas googling tadi saya ingat kalau dia juga bermain sebagai peran utama di Bridge to Terabithia bareng AnnaSophia Robb. Aah..cocok! Saya suka dia disana 😀 Jadi kalau ada yang tanya saya pilih Peeta atau Gale udah pada tau dong ya saya ngefans-nya sama siapa, xixixi…

Last but not least, cerita tentang The Hunger Games ini kayaknya udah kepanjangan dan mbleber kemana-mana. Saya pasti bakal lanjutin ke seri sebelumnya kok, tapi paling habis lebaran ini. Biarpun ada beberapa kekecewaan pembaca di buku ketiganya, tapi saya tetep pengen tau akhir cerita Katniss ini dan baca sendiri *soalnya udah baca nggak sengaja spoilernya T_T Oiya, pas juga nanti bulan November film keduanya, Catching Fire bakal rilis. Mau nonton dulu film pertama, trus ngajakin misua nonton film keduanya di bioskop aahhh… ^_^